Friday, February 11, 2011

Hukum Memakan Kepiting Menurut Islam

Bismillahirrohmanirrohim...

Hukum Memakan Kepiting Menurut Islam
Hingga saat ini, barangkali masih banyak ummat Islam yang masih bingung perihal hukum memakan kepiting menurut ketentuan hukum syariat Islam, halal atau haram?

Walau sebenarnya jika ingin mengkaji pendapat para ulama, hal ini sudah jauh hari dijelaskan. Hanya terkadang akses yang sulit ke fatwa ulama itulah yang membuat ummat Islam masih saja bingung. Di dalam tulisan kali ini, --tanpa bermaksud menggurui, tentu saja-- saya coba sedikit merangkum pendapat ulama perihal hukum memakan kepiting menurut Islam.

Ikhwatu iman, memang terjadi banyak silang pendapat tentang hukum kepiting di tengah masyarakat kita. Ada sementara kalangan yang mengharamkannya, tetapi tidak sedikit yang menghalalkannya. Hal ini dikarenakan mereka berpegang pada ulamanya yang masing-masing juga memiliki dalil yang berbeda.

Namun prinsipnya, untuk menyatakan halal atau haramnya makanan di dalam Islam, menggunakan 3 (tiga) metode dasar:
Pertama, ada dalil berupa nash (Al-Quran atau hadits) yang menyatakan makanan itu halal.
Kedua, ada nash yang menyatakan haram.
Ketiga, tidak ada nash yang menyatakan haram atau halal.

Contoh makanan yang dinyatakan halal oleh nash, antara lain, binatang laut. Hal ini berdasarkan Qur'an surat Al-Maidah ayat 96:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
"Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu,..."

Sementara contoh makanan yang dinyatakan haram oleh nash, antara lain bangkai, darah, dan daging babi (Al-Maidah ayat 3). Namun ada pengecualian di dalam hadits riwayat Ahmad bin Hanbal yakni dua bangkai (ikan dan belalang) dan dua darah (hati dan limfa) yang halal. Atau juga pengharaman makanan berdasarkan hadits yakni riwayat Muslim dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah mengharamkan setiap binatang buas yang bertaring dan jenis burung yang bercakar tajam.

Lantas bagaimana dengan kedudukan hukum makanan yang tidak dijelaskan secara tegas di dalam nash? Halal atau Haram? Dalam hal ini, mengacu pada kaidah bahwa hukum dasar segala sesuatu adalah halal, selama tidak ada nash yang mengharamkan. Kaidah ini berdasarkan Qur'an surat Al-Baqarah ayat 29:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ
"Dia-lah Alloh, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu..."

Serta dari hadis riwayat Ibnu Majah dan Turmuzi,
"Halal adalah apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya, haram adalah yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya, sedangkan apa yang tidak dinyatakan halal atau haram, maka itu termasuk yang dimaafkan untuk kalian makan."


HUKUM MEMAKAN KEPITING

Sampai disini, kita bisa menyimpulkan bahwa kepiting termasuk makanan yang halal dimakan. Sebab, kepiting bukanlah termasuk hewan yang disebutkan secara tegas didalam nash Al-Qur'an maupun Hadits sebagai hewan yang haram dimakan, sehingga hukumnya kembali ke hukum asal yakni halal selama tidak ada nash yang mengharamkan (sepanjang tidak berdampak buruk/membahayakan terhadap jasmani maupun rohani).

Namun mengapa sampai ada perbedaan pendapat di kalangan ummat Islam? Berikut ini landasan kedua pendapat yang berseberangan tersebut:

1. Pendapat Yang Mengharamkan
Mereka yang mengharamkan umumnya berangkat dari pemahaman bahwa hewan yang hidup di dua alam, air dan darat, adalah hewan yang haram dimakan. Misalnya, katak, penyu dan lainnya. Biasanya orang menyebutkan dengan istilah amphibi, atau dalam istilah fiqihnya disebut barma'i.

Keharaman hewan amphibi ini banyak kita dapat di banyak kitab fiqih, terutama dari kalangan mazhab As-syafi''i. Salah satunya adalah kitab Nihayatul Muhtaj karya Imam Ar-Ramli. Di sana secara tegas disebutkan haramnya hewan yang bisa hidup langgeng (hayyan daiman) di dua alam, air dan darat.

Namun sebenarnya kesimpulan bahwa hewan yang hidup di dua alam itu haram dimakan, juga masih menjadi ajang perbedaan pendapat. Hal itu disebabkan lantaran dalil-dalil yang digunakan oleh mereka yang mengharamkan hewan amphibi dianggap kurang kuat. Tentu saja, karena pengharaman hewan amphibi ini tidak ditemukan di dalam nash Al-Qur'an maupun Al-Hadits.

2. Pendapat Yang Menghalalkan
Selain karena menilai dalil-dalil tentang haramnya hewan amphibi kurang kuat lantaran tidak dilandasi nash Qur'an dan Hadits, mereka berdalil bahwa kepiting itu bukan termasuk hewan amphibi. Hal ini pun dipastikan oleh seorang pakar kepiting, Dr. Sulistiono dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) saat menjabarkan makalahnya yang berjudul "Eko-Biologi Kepiting Bakau", di depan komisi Fatwa MUI tanggal 15 Juni 2002 lalu.

Pembantu Dekan III FPIK ini membatasi bahasan pada jenis kepiting yang banyak dikenal masyarakat. Di Indonesia ada 2.500-an spesies, sementara di dunia lebih dari 4.500 spesies.

Dari ribuan spesies itu, ada tiga jenis kepiting yang dikenal masyarakat Indonesia. Pertama, rajungan, yang hidup di perairan laut. Kedua, kepiting kecil yang hidup di darat, biasa dipakai makanan ternak. Ketiga, kepiting yang hidup di tambak air payau, sering disebut kepiting tambak atau kepiting bakau. Kepiting tambak inipun ada 4 (empat) jenis, namun masyarakat mengenal kepiting tambak ini hanya satu jenis. Dikarenakan bentuknya yang memang sama persis.

Keempatnya paling banyak dikonsumsi masyarakat karena dagingnya yang enak. Empat jenis kepiting itu adalah Scylla serrata, Scylla paramamosain, Scylla tranquebarica, dan Scylla olivacea. Ada dua hal untuk membedakan keempatnya, yaitu duri yang ada di sikut dan duri di dahinya. Menurut Sulistiono, dari keempat jenis itu, yang paling banyak dikonsumsi adalah Scylla serrata dan Scylla tranquebarica.

Dr. Sulistiono memastikan bahwa kepiting bukanlah hewan amphibi seperti katak. Katak bisa hidup di darat dan air karena bernapas dengan paru-paru dan kulit. Namun kepiting hanya bernapas dengan insang. Kepiting memang bisa tahan di darat selama 4-5 hari, karena insangnya menyimpan air, sehingga masih bisa bernapas. Tapi kalau tidak ada airnya sama sekali, akan terjadi evaporasi, akhirnya akan mati. Jadi, kepiting sesungguhnya tidak bisa lepas dari air.

Komisi Fatwa MUI pun akhirnya menetapkan empat jenis kepiting itu halal karena kepiting adalah jenis binatang air, bukan amphibi. Namun demikian, diluar keempat jenis diatas, MUI belum dapat memastikan secara pasti kehalalannya. Hal ini dikarenakan belum ada penelitian yang cukup memadai diluar keempat jenis diatas, sementara jenis kepiting itu sendiri sangat banyak.

Demikian sedikit penjabaran mengenai status halal/haramnya kepiting ini. Semoga ada manfaat yang bisa diambil :)
Continue Reading...
 

Catatan Mami Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon. SEO improved by Apa Dong (dot) Web (dot) ID