Maksudnya? Ya karena 2-3 tahun lalu sebelum pak Dahlan menjabat Dirut, listrik di daerah saya tinggal bisa mati 2-3 kali sehari dengan waktu bisa mencapai 6-7 jam! Bayangkan! Tapi begitu orang-orang PLN dipaksa "Kerja! Kerja! Kerja!" sesuai moto baru yang diusung pak Dahlan dari moto sebelumnya "Listrik Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik", semua berubah drastis. Tak ada lagi pemadaman rutin. Kalaupun ada kasus mati listrik, bisa dihitung dengan jari kejadiannya dalam sebulan. Itupun bukan karena jadwal, tapi kasus gardu yang rusak. Wajar lah kalau ada kerusakan alat.
Bahkan, bulan-bulan berikutnya sempat saya "merindukan" suasana mati lampu yang tak kunjung datang itu hehehehe... Hebat manusia satu ini! Begitu pikir saya.
Ada satu artikel menarik yg saya dapatkan dari mailing list. Mengenai "behind the scene"-nya reformasi di tubuh PLN. Penting menurut saya untuk kita ketahui, terutama untuk dapat mengubah paradigma tentang backing-backing atau calo seputar tender di PLN. Sebab, meski PLN sudah menutup pintu pada para calo ini, tapi kalau kita tidak tahu info ini calo itu pasti masih akan tetap berkeliaran! Karena kita tidak tahu bahwa kita sendiri sudah bisa dan harus menolak calo-calo ini lantaran memang tidak memiliki bargain ke dalam PLN. Jadi harapannya, setelah membaca artikel yang ditulis langsung oleh pak Dahlan Iskan sendiri, Anda bisa memantapkan hati menolak aksi-aksi calo itu. Mari perangi korupsi!
Dua kali nama PLN disenggol sedikit dalam kaitan dengan Nazaruddin yang kini lagi buron itu. Yang pertama PLN dikaitkan dengan tender batubara yang sampai membuat Nazaruddin bertengkar dengan partner bisnisnya. Yang kedua sekarang ini dalam kaitan dengan tender proyek PLTU Kaltim/Riau. Saya senang dua hal itu disebut-sebut. Pertama saya bisa numpang ngetop sebentar.Kedua,saya memiliki momentum untuk mengkampanyekan “PLN baru”.
Soal batubara itu misalnya. Konon Nazaruddin memberi uang kepada Daniel Sinambela untuk modal ikut tender batubara di PLN. Daniel menang tender tapi tidak mengembalikan uangnya Nazaruddin. Daniel kemudian dihajar Nazaruddin. Daniel masuk tahanan. Yang terjadi adalah Daniel sebenarnya benar-benar menang tender. Bukan karena ada Nazaruddin didalamnya. Tender itu dilakukan dengan system auction, sehingga tidak ada peluang untuk diatur samasekali. Semua orang tahu system auction itu begitu transparansinya sehingga sangat kecil peluang untuk terjadi permainan. Daniel menang tender karena penawaran harganya memang sangat-sangat rendah.
Saking rendahnya, Daniel barangkali kesulitan mencari batubara yang baik dengan harga yang masih bisa memberikan keuntungan baginya. Maka batubara yang dikirim ke PLN pun batubara yang murah. Tentu tidak bisa memenuhi kualitas yang ditentukan PLN. Yang hebat, petugas PLN di lapangan berani menolak batubara ribuan ton tersebut. Akibat batubara Daniel ditolak oleh PLN, Daniel tidak mendapatkan uang dari PLN. Karena itu Daniel juga tidak bisa mengembalikan uangnya Nazaruddin. Nazaruddin pun kehilangan uang puluhan miliar rupiah gara-gara ketegasan PLN.
Seandainya petugas PLN takut kepada Nazaruddin dan menerima begitu saja batubara yang jelek itu tentu Nazaruddin bisa menyelamatkan uang nya yang puuhan miliar itu. Namun karena batubaranya ditolak maka lenyap kan uangnya yang sangat besar itu. Dalam hal ini saya bangga dengan petugas PLN di barisan paling depan tersebut. Seandainya pegawai PLN tersebut bisa disogok tentu semuanya beres. Toh batubara jelek itu sebentar lagi sudah tercampur dengan batubara ribuan ton lainnya. Tidak akan gampang ketahuan.
Tentu saja saya bangga dengan pegawai PLN di bagian penerimaan batubara itu. Saking bangganya sampai-sampai di DPR saya berseloroh : kalau saja petugas itu seorang wanita akan langsung saya ciumi dia!
Bagaimana dengan tender PLTU Kaltim/Riau yang disebut-sebut Nazaruddin sekarang ini?
Saya pun penasaran. Sungguh saya pun ingin tahu apa yang sebenarny aterjadi ?
Tender tersebut dimenangkan oleh konsorsium PT Adhikarya (Kaltim)dan konsorsium Rekayasa Industri (Riau). Sudah saya cek berulang-ulang bahwa proses tender sangat bersih dan profesional. Sampai-sampai teman terbaik saya yang telah berjasa menyelamatkan hidup saya kalah di tender ini.
Pertanyaannya : siapakah yang memberi uang kepada Nazaruddin terkait dengan proyek ini?
Apakah orang PLN ? Atau pemenang tender ?Sebaiknya ini diusut. Saya sangat berkepentingan dengan hasil pengusutan ini. Kalau orang PLN yang memberikan uang, darimana asal-usul uang itu dan dengan tujuan apa?
Namun kalau, misalnya, pemenang tender yang memberi uang ke Nazaruddin, untuk apa dia memberi uang?
Bukankah dia menang tender bukan karena bantuan Nazaruddin ?
Apakah justru dia mengira menang tender itu berkat dukungan Nazaruddin ?
Tentu saya tidak tahu. Saya justru bertanya-tanya dalam hati. Kalau benar begitu untuk apa pemenang tender itu memberi uang ke Nazaruddin ? Sedekah ? Sumbangan?
Mestinya itu bukan sogok karena dia memenangkan tender bukan karena jasa Nazaruddin. Saya penasaran atas pertanyaan-pertanyaan saya sendiri itu. Karena itu saya mencoba mencari tahu.
Hasil penelusuran saya agak mengecewakan : ternyata masih banyak peserta tender yang tidak percaya diri akan kemampuan mereka,lalu punya backing orang kuat. Mereka belum percaya bahwa PLN sudah berubah. Mereka belum percaya bahwa di PLN bisa berubah. Mereka tidak percaya bahwa backing itu sekarang tidak ada gunanya. Itulah sebabnya mengapa masih ada peserta tender yang merasa perlu memiliki backing.
Keberadaan backing itu sendiri punya dua cerita. Ada peserta tender yang memang mencari backing. Ada juga justru si backing yang mencari-cari peserta tender. Terutama, yang diincar adalah peserta yang sudah kelihatan punya peluang untuk menang. Si backing lantas menakut-nakuti si peserta tender kalau dia tidak dikawal bisa saja kalah.
Emosi peserta tender itu pun menjadi labil. Di satu pihak dia sudah berada di ambang kemenangan. Peserta yang lolos tender tinggal sedikit, katakanlah tiga. Kejiwaannya pun menjadi kemrungsung. Dalam keadaan kemrungsung seperti itu dia ditakut-takuti oleh si backing. Kalau tidak pakai backing dia akan dikalahkan. Ketika mengucapkan kata “akan dikalahkan” itu bisa saja si backing seolah-olah sudah bicara dengan pemilik proyek. Dalam situasi seperti itu peserta tender memilih jalan yang paling save : diterima saja tawaran backing itu.
Celakanya tidak mustahil si backing tidak hanya mendatangi satu peserta tapi juga peserta tender lainnya. Dengan demikian siapapun yang menang backing pulalah yang paling menang. Saya sudah bisa menemukan cara bagaimana menyelenggarakan tender yang bersih. Bahkan sudah mempraktekkannya setahun terakhir ini. Tender-tender di PLN tidak akan terpengaruh oleh backing siapapun.
Bahkan dalam tender terbesar dalam sejarah PLN bulan lalu, yakni tender proyek Rp 30 triliun di Jateng, PLN berhasil mengabaikan tekanan para backing yang tidak hanya dari dalam negeri tapi juga luar negeri. Proyek Kaltim dan Riau itu tidak ada apa-apanya dibanding proyek di Jateng itu. Tapi PLN berhasil lolos dari segala tekanan. PLN sudah tahu bagaimana menyelenggarakan tender yang bersih, tapi belum tahu bagaimana cara meyakinkan peseta tender agar menyadari bahwa backing sudah tidak ada gunanya!
Sumber: http://dahlaniskan.wordpress.com/2011/07/28/senggolan-nazarudin/
0 comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Komentarnya Yah